Menu

Mode Gelap

Artikel · 20 Mei 2024 14:41 WIB ·

INTERVENSI NEGARA TERHADAP HUKUM KELUARGA DAN BATAS – BATAS YANG DIBOLEHKAN


 INTERVENSI NEGARA TERHADAP HUKUM KELUARGA DAN BATAS – BATAS YANG DIBOLEHKAN Perbesar

INTERVENSI NEGARA TERHADAP HUKUM KELUARGA DAN BATAS – BATAS YANG DIBOLEHKAN

                            Oleh: Yayan Nuryana

 

 

KATA PENGANTAR

 

 

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, atas berkat rahmat serta hidayah-Nya sehingga makalah dengan judul “INTERVENSI NEGARA TERHADAP HUKUM KELUARGA DAN BATAS – BATAS YANG DIBOLEHKAN ” dapat

tersusun hingga selesai.

 

Tak lupa kami mengucapkan beribu terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangsih baik pikiran maupun materinya. Terkhusus kepada, Pustaka Penghulu yang berkenan menampilkan tulisan ini di beranda Artikel semoga menambah khasanah pembelajaran dan pengetahuan.

Harapan penulis Artikel ini dapat menjadi sarana menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.. Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami berharap kritik dan saran yang dapat membangun dari pembaca demi tercapainya kesempurnaan makalah .

 

 

 

 

Purwakarta, 20 Mei 2024

 

 

 

Penyusun

 

 

 

Daftar Isi

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………………………. i

Daftar Isi………………………………………………………………………………………………………………………… ii

BAB I…………………………………………………………………………………………………………………………….. 1

PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………………….. 1

  1. Latar Belakang………………………………………………………………………………………………………… 1
  2. Rumusan Masalah……………………………………………………………………………………………………. 2
  3. Tujuan Masalah……………………………………………………………………………………………………….. 2

BAB II…………………………………………………………………………………………………………………………… 3

PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………………………………….. 3

  1. Intervensi Negara dalam Hukum keluarga di Indonesia………………………………………………. 3
  2. Batas – batas yang di perbolehkan hukum islam dalam hukum Nasional…………………………… 3
  3. Pembaharuan Hukum Keluarga Islam………………………………………………………………………… 6
  4. Periodesasi Pembentukan Hukum Keluarga di Indonesia……………………………………………. 6
  5. Dinamika Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Indonesia……………………………………… 7
  6. Kilas Balik Pembaruan Hukum Keluarga Islam di Indonesia………………………………………. 8
  7. Faktor-faktor Penyebab Pembaruan Hukum Keluarga di Indonesia……………………………… 9
  8. Konsepsi Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Indonesia…………………………………….. 10

BAB III………………………………………………………………………………………………………………………… 11

PENUTUP……………………………………………………………………………………………………………………. 11

  1. Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………………… 11
  2. Saran……………………………………………………………………………………………………………………. 11

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………….. 12

 

BAB I PENDAHULUAN

 

1.      Latar Belakang

Ajaran Islam yang diturunkan Allah SWT terhadap umat manusia bukan hanya ditujukan kepada umat Islam saja, namun memberi nilai manfaat bagi seluruh umat manusia. Hal ini terlihat dari adanya ajaran universal (rahmatan lil ‘alamin) yang dapat dikatakan sebagai bagian dari cita-cita utama hukum Islam. Cita-cita hukum ini dalam disiplin ilmu filsafat hukum Islam dikenal sebagai prinsip maslahat, yaitu sebuah prinsip atau ajaran berorientasi pada nilai manfaat untuk kepentingan umat manusia yang berbasis pada pembangunan.

Langkah berikutnya adalah menghubungkan norma tersebut kedalam norma hukum konkrit sebagaimana terdapat dalam perundang-undangan. Perubahan norma agama menjadi norma hukum diiringi dengan adanya sanksi hukum yang terdapat dalam norma hukum positif. Hal ini diperlukan guna aturan hukum yangdiperbuat bersifat mengikat semua warga negara dan juga memperoleh ketegasan dalam perundang-undangan.

Hukum keluarga Islam memberikan tawaran untuk menyelesaikan beberapa permasalahan, karena hukum keluarga dianggap sebagai inti syariah. hukum disini bersifat solutif , artinya hukum Islam dapat memberikan solusi ketika terjadi permasalahan. Walaupun terkadang, hukum-hukum yang telah ada belum dapat dipahami terkait hikmah dan filsafatnya, sehingga tidak lagi representatif dalam menyelesaikan perkara perdata keluarga Islam.1

Di Indonesia, hukum keluarga Islam dimulai sekitar tahun 1960-an kemudian berujung lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Adapun ketika hukum perkawinan belum diatur, maka urusan perkawinan diatur melalui beragam hukum, seperti hukum adat, hukum Islam tradisional, ordonasi perkawinan Kristen, hukum perkawinan campuran dan yang lainnya disesuai dengan agama dan adat istiadat masingmasing penduduk. Adapaun berbagai upaya pembaharuan hukum keluarga dilakukan menteri agama pada masa Munawir Ayadzli. Upaya ini ditandai dengan lahirnya Kompilasi

 

 

1 UUD No 1 Tahun 1974

 

Hukum Islam (KHI) pada tanggal 10 Juni 1991 yang materinya mencakup aturan perkawinan, kewarisan dan perwakafan yang diperuntukkan khusus umat Islam.

 

2.      Rumusan Masalah

  1. Bagaimana Intervensi negara dalam Hukum keluarga di Indonesia terkhusus umat Islam ?
  2. Apa batas – batas Konstitusional hukum islam yang diperbolehkan dalam hukum Nasional ?
  3. Bagaimana Pembaharuan Hukum Keluarga dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) ?

3.      Tujuan Masalah

  1. Untuk dapat mengetahui intervensi negara terhadap hukum keluarga islam di Indonesia
  2. Untuk dapat mengetahui pembaharuan hukum keluarga dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
  3. Untuk dapat mengetahui Batas – batas yang di perbolehkan hukum islam dalam hukum

 

 

BAB II PEMBAHASAN

 

A.     Intervensi Negara dalam Hukum keluarga di Indonesia

Intervensi merupakan campur tangan, intervensi negara terhadap hukum keluarga di Indonesia, berarti bagaimana campur tangan negara terhadap hukum keluarga di Indonesia, terkhusus umat islam.

Terbentuknya aturan Islam (Hukum keluarga ) yang tertulis, sebenarnya telah lama sebagai kebutuhan muslim di indonesia. Sejak diundangkan 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 mengenai Peradilan Agama, yang memiliki wewenang untuk menuntaskan perkaraperkara aturan tentang keluarga , sangat diharapkan adanya aturan keluarga Islam pada peraturan di Indonesia secara tertulis. Sehingga munculah gagasan penyusunan Kompilasi Hukum Islam dalam rangka mencari fiqh yang bersifat kontekstual. Kemunculan KHI di Indonesia bisa dicatat menjadi sebuah prestasi besar yang dicapai umat Islam di Indonesia . Setidaknya adanya KHI itu, maka pada waktu itu di Indonesia akan ditemukan lagi pluralisme putusan hakim pengadilan agama, lantaran buku yang dijadikan acuan hakim merupakan sama. Selain itu fiqh juga sudah ditransformasikan sebagai aturan positif yang berlaku dan mengikat semua umat Islam Indonesia. Lebih krusial berdasarkan itu, KHI dibutuhkan akan lebih mudah diterima oleh masyarakat Indonesia lantaran digali berdasarkan tradisi-tradisi bangsa Indonesia. KHI telah menjadi buku hukum atau pedoman hukum, bersifat mandiri dan hasil ijtihad pakar fiqh Indonesia. Menurut Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam merupakan upaya akomodatif dari mazhab- mazhab fiqh klasik. Kendati demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa materi hukum dalam KHI masih didominasi oleh mazhab Syafi’i.

B.      Batas – batas yang di perbolehkan hukum islam dalam hukum Nasional

Dalam rangka pemberlakuan KHI maka keluarlah 3Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 kepada Menteri Agama RI untuk menyebarluaskan KHI yang terdiri dari tiga buku, yaitu Buku I tentang perkawinan, terdiri dari 9 bab dan 170 pasal (pasal 1 s/d pasal 170),

 

2 UUD No 7 Tahun 1989 mengenai Peradilan Agama

3 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 kepada Menteri Agama RI

 

Buku II tentang kewarisan, terdiri dari 6 bab dan 43 pasal (pasal 171 s/d pasal 214) dan Buku III tentang perwakafan, terdiri dari 5 bab dan 12 pasal (pasal 215 s/d pasal 228).

1)      Bidang Perkawinan

Peraturan yang ada dalam KHI untuk bidang hukum perkawinan tidak lagi hanya terbatas pada hukum subtantif saja yang memang seharusnya menjadi porsi dari kompilasi, akan tetapi sudah cukup banyak memberikan peraturan tentang masalah prosedural yang seharusnya termasuk dalam porsi undang-undang perkawinan. Walaupun pada dasarnya, ada beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memiliki kesamaan yang termuat dalam KHI. Adapun perbedaan (hal-hal baru) yang termuat dalam KHI merupakan sebagai kemajuan dari pengembangan hukum keluarga di Indonesia.

Sebagai pengembangan dari hukum perkawinan yang tertuang dalam Undang- Undang Perkawinan, maka KHI tidak boleh lepas dari misi yang diemban oleh undang- undang tersebut, kendatipun cakupannya hanya terbatas bagi kepentingan umat Islam, antara lain, kompilasi mutlak harus mampu memberikan landasan hukum perkawinan yang dapat dipegangi oleh umat Islam. Peraturan yang ada dalam KHI untuk bidang hukum perkawinan diantaranya :

  1. Pencatatan
  2. Talik
  3. Menikahkan wanita hamil karena
  4. Persetujuan untuk dilangsungkannya
  5. Usia minimal yang diperbolehkan
  6. Harta bersama dalam perkawinan.
  7. Talak dan lian

2)      Bidang Kewarisan

4Hukum kewarisan yang termuat dalam KHI terdiri atas VI bab dan 44 pasal (pasal 171-214), dari segi yuridis formalnya, perkara kewarisan belum pernah dibahas dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, baru dalam KHI aturan tersebut diberlakukan, selama ini para hakim peradilan agama menetapkan hukum kewarisan

 

4 KHI terdiri VI bab dan 44 pasal (pasal 171-214) tentang hukum kewarisan

 

berdasarkan sumber hukum, yaitu al Quran dan hadis, dan kitab-kitab fiqh. Peraturan yang ada dalam KHI untuk bidang hukum Kewarisan diantaranya :

  1. Sistem kewarisan
  2. Percobaan pembunuhan penghalang
  3. Ahli waris pengganti.
  4. Batas usia syarat seseorang yang hendak mewasiatkan
  5. Wasiat harus di hadapan 2 orang
  6. Penghalang penerima wasiat.
  7. Wasiat tidak boleh kepada pelayan
  8. Wasiat

3)      Bidang Wakaf

Pembaruan fiqh juga terjadi dalam pasal-pasal mengenai hukum perwakafan. Pembaruan yang terdapat dalam pasal-pasal ini dilakukan dengan 5 metode extradoctrinal reform dan regulatory reform. Peraturan yang ada dalam KHI untuk bidang wakaf diantaranya :

  1. Ikrar wakaf di hadapan PPAIW
  2. Penerima wakaf WNI.
  3. Penerima wakaf harus bersumpah di hadapan kepala KUA.
  4. Jabatan nazīr diberhentikan oleh kepala

Sejak ditetapkan KHI pada tahun 1991, belum pernah sekalipun mengalami evaluasi dan revisi terhadap isi KHI, karena tidak menutup kemungkinan beberapa pasal dalam KHI tidak lagi dapat diterapkan melihat semakin kompleksnya permasalahan hukum keluarga Islam yang muncul saat ini sehingga senantiasa dapat menjadi sumber dalam menyeleseaikan permasalahan-permasalahan yang muncul di era modern ini.

Konstitusionalisasi hukum Islam dalam sistem hukum nasional hanya dapat dicapai melalui pendekatan hukum-politik yang substantif daripada formalistik. Penerapan hukum Islam sangat membuka peluang untuk memasukkan nilai-nilai universal dari ajaran Islam. Pendekatan ini secara tidak langsung menekankan ajaran

5 Khoiruddin Nasution, Hukum Keluarga (Perdata) Islam Indonesia, cet. ke-1, Yogyakarta: Tazzafa dan Accamedia, 2007, hlm 47.

 

Islam universal, seperti perlindungan hak asasi manusia, yang diabadikan dalam konstitusi Indonesia, meskipun tidak menggunakan bahasa agama. Penurunan hak asasi manusia tersebut dapat dilakukan pada tingkat legislatif seperti hukum perkawinan dan pengadilan agama. Sementara itu, mengingat Indonesia bukanlah negara Islam, melainkan negara hukum berdasarkan Pancasila, yang selalu mengakomodir keragaman sistem nilai budaya, suku, dan agama seluruh rakyat Indonesia, konstitusi tidak mengakui apa yang menjadikan negara Indonesia Islam itu. Harapan dan peluang untuk menerapkan hukum Islam sebagaimana diamanahkan dalam UUD 1945 dapat dilakukan pada tingkat perundang-undangan atau instruksi presiden. Pada tingkat ini, upaya memasukan nilai-nilai ajaraan Islam terlihat lebih mudah diterima dari pada tingkat konstitusi

C.     Pembaharuan Hukum Keluarga Islam

1.      Periodesasi Pembentukan Hukum Keluarga di Indonesia

Hukum Islam sebagai sebuah sistem hukum di dunia ini banyak yang hilang dari peredaran, kecuali hukum keluarga. Dewasa ini hukum Islam bidang keluarga di Indonesia telah mempunyai daya tahan dari hempasan arus westernisasi oleh sekularisme yang berpengaruh dalam segala bidang kehidupan manusia yang telah diperbaharui juga dikembangkan sesuai dengan kondisi perkembangan zaman, tempat, dan dikodifikasikan, baik secara parsial, maupun total, yang telah dimulai secara sadar sejak awal abad XX setahap demi setahap.6Perkembangan hukum Islam bidang keluarga di Indonesia cukup terbuka disebabkan oleh Undang- Undang Dasar 1945 atau dengan kata lain bahwa konstitusi itu mengarahkan terjadinya pembaharuan atau pun pengembangan hukum keluarga, agar kehidupan keluarga nantinya dapat menjadi sendi dasar kehidupan dalam masyarakat, terutama kehidupan wanita, isteri, ibu dan anak-anak di dalamnya, dapat terlindungi oleh kepastian hukumnya.

7Sepanjang sejarahnya, hukum keluarga di Indonesia telah mengalami pasang surut seirama dengan pasang surut perjuangan kemerdekaan negara Republik

6 M. Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: Rajawali Pers, 1997, hlm. 92.

7 Arifin, Bustanul, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia Akar Sejarah, Hambatan dan Prospeknya, Jakarta: Gema Isa

 

Indonesia pada zaman penjajahan Barat. Ada pun masa Kerajaan Islam di Pulau Jawa yang berlangsung tahun 1613-1882, al-ahwal al-syakhsyiyyah atau yang memiliki pengertian hukum keluarga, dapat menunjukan realitas sosial dalam pelaksanaanya dengan diterimanya norma-norma sosial Islam sebagian oleh penduduk Nusantara secara damai. Hukum keluarga Islam sebagai hukum yang bersifat mandiri menjadi satu kenyataan yang hidup dalam masyarakat Indonesia, karena kerajaan-kerajaan Islam yang berdiri di Indonesia telah melaksanakannya dalam kuasanya masing- masing.

8Kerajaan Samudra Pasai di Aceh Utara yang berdiri pada abad ke 13 M menganut hukum Islam Mazhab Syafi’i. Ada pun ketika abad 15 dan 16 M di pantai utara Jawa, terdapat Kerajaan Islam, seperti Kerajaan Demak, Jepara, Tuban, Gresik dan Ngampel. Fungsi memelihara agama ditugaskan kepada penghulu serta para pegawainya yang bertugas melayani kebutuhan masyarakat di bidang peribadatan dan segala urusan yang termasuk dalam hukum keluarga / perkawinan. Sehingga sesuai konteks Indonesia dimana sebuah negara telah melakukan pembaruan dalam hukum keluarga Islam. Secara historis, pembaruan hukum perkawinan Islam di Indonesia dapat dibagi dalam tiga periode yaitu: (1) pra penjajajahan; (2) masa penjajahan; dan

(3) masa kemerdekaan (masa Orde Lama, Orde Baru, dan masa reformasi). Dalam periode periode-periode tersebut hukum keluarga Islam mengalami terjadinya perubahan dan pembaruan. Adapun secara sejarah, hukum Islam sendiri telah menjadi hukum positif yang sudah lama seperti halnya bidang hukum keluarga. Adapaun dalam pelaksanaanya hukum keluarga telah terjadi Sejak zaman penjajahan sampai sekarang besumber dari hukum Islam serta diikuti dan hidup di tengah-tengah mayoritas rakyat Indonesia.

2.      Dinamika Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Indonesia

Indonesia meski tidak tergolong negara Islam, yang mayoritas berpenduduk muslim, adanya suatu upaya pembaharuan hukum keluarga ini tidak terlepas dari munculnya para pemikir-pemikir reformis muslim, baik dari tokoh luar negeri maupun dalam negeri. Dari luar negeri bisa disebutkan antara lain Rifa’ah alTahtawi

 

8 Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid II, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hlm. 53.

 

(1801-1874), Muhammad Abduh (1849-1905), Qasim Amin (1863-1908), dan Fazlur Rahman (1919-1988). Sedang tokoh dari reformis muslim nasional antara lain ada sejumlah tokoh-tokoh pembaharu yang ada di Indonesia, seperti, Hazairin dengan “Fiqh Mazhab nasional”, Munawir Syadzali dengan “Reaktualisasi Ajaran Islam”, Abdurrahman Wahid dengan “Pribumisasi Islam”, Sahal Mahfudz dengan “Fiqh Sosial” dan Masdar F. Mas’udi dengan “Agama Keadilan”.

Sehingga dapat di perhatika uraian di atas bahwa pembaharuan hukum keluarga Islam yang terjadi di Indonesia telah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dan terus berproses sesuai kondisi dan situasi juga tuntutan zaman yang telah dilalui. Hal ini disebabkan karena norma-norma yang terkandung dalam kitab-kitab fiqh tidak cocok atau sudah tidak mampu lagi memberi solusi atau jawaban terhadap masalah-masalah baru yang terjadi khususnya dalam bidang hukum keluarga.

3.      Kilas Balik Pembaruan Hukum Keluarga Islam di Indonesia

Secara historis, hukum keluarga Islam muncul kepermukaan bermula dari diakuinya peradilan agama secara resmi sebagai salah satu pelaksana 9judicial power” dalam negara hukum melalui Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana yang dirubah dengan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 1999 terakhir dirubah dengan Undanh-Undang Nomor 48 Tahun 2009. Lebih lanjut, kedudukan, kewenangan atau yurisdiksi dan organisatorisnya telah diatur dan dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang dirubah dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006, yang mempunyai kewenangan mengadili perkara tertentu: (1) perkawinan, (2) waris, (3) wasiat, (4) hibah, (5) wakaf, (6) infaq, (7) shadaqah, (8) zakat dan (9) ekonomi syari‟ah, bagi penduduk yang beragama Islam. Kenyataan eksisten pengadilan agama belum disertai perangkat serta sarana hukum positif yang menyeluruh, juga berlaku secara unifikasi  sebagai rujukan. Meskipun hukum materiil yang menjadi yurisdiksi pegadilan agama sudah dikodifikasi dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan aturan pelaksanaannya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, tetapi pada

9 judicial power” dalam negara hukum melalui Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman

 

dasarnya hal- hal yang diatur di dalamnya baru merupakan pokok- pokok saja. Akibatnya, para hakim yang seharusnya mengacu pada undang-undang, kemudian kembali merujuk kepada doktrin-doktrin yang tertuang dalam kitab fiqh klasik. Maka tidak heran terdapat perbedaan putusan hukum antar pengadilan agama  tentang persoalan yang sama adalah suatu hal yang dapat dimaklumi, sebagaimana ungkapan 10 different judge different sentence. Dari realitas di atas, Pemerintah kemudian berinisiatif melengkapi pengadilan agama dengan prasarana hukum yang unifikatif lewat jalan pintas berupa Kompilasi Hukum Islam.

4.      Faktor-faktor Penyebab Pembaruan Hukum Keluarga di Indonesia

11Menurut para pakar hukum Islam di Indonesia, pembaharuan hukum Islam yang terjadi saat ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk di dalamnya hukum keluarga.

  • Untuk mengantisipasi kekosongan hukum karena norma-norma yang terdapat dalam kitab- kitab fiqih tidak mengaturnya, sedangkan kebutuhan masyarakat terhadap hukum terkait masalah yang baru terjadi sangat mendesak untuk diterapkan;
  • Pengaruh globalisasi dan IPTEK sehingga perlu ada aturan hukum yang mengaturnya, terutama masalah-masalah yang belum ada aturan hukumnya;
  • Pengaruh reformasi berbagai bidang yang memberikan peluang terhadap hukum Islam untuk bahan acuan dalam membuat hukum nasional;
  • Pengaruh pembaharuan pemikiran hukum Islam yang di laksanakan oleh para

mujtahid baik tingkat internasional ataupun nasional.

Pembaharuan hukum keluarga Islam di Indonesia disebabkan karena adanya perubahan kondisi, tempat dan waktu karena faktor-faktor di atas. Perubahan ini sesuai dengan teori qaul qadim dan qaul Jadid yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i bahwa hukum juga dapat berubah karena perubahan dalil-dalil hukum yang berlaku pada peristiwa tertentu dalam pelaksanaan maqâsyid syari’ah. Dari uraian di atas

 

10 Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Logos, 1999, hlm. 17.

 

11 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam, Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 154.

 

dapat dilihat bahwa pembaruan hukum keluarga Islam berlangsung dalam jangka waktu yang lama, dan disesuaikan dengan situasi dan tuntutan zaman. Hal ini dikarenakan spesifikasi yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih sudah tidak dapat lagi memberikan solusi atas permasalahan baru yang muncul. Dalam hal ini, 12J.N.D. Anderson mengatakan bahwa hukum keluarga dianggap sebagai inti dari hukum Syariah, karena bagian ini dipandang oleh umat Islam sebagai pintu gerbang untuk masuk lebih dalam ke bidang hukum Syariah.

 

5.      Konsepsi Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Indonesia

Keberadaan hukum keluarga Islam dalam masyarakat muslim sangatlah penting, karena persoalan seperti keluarga tidak dapat disamakan dengan non muslim, sehingga masyarakat menginginkan hukum keluarga Islam yang berlaku secara khusus, apalagi dengan perkembangan zaman semakin penting untuk reformasi hukum metode yang diperlukan. Undang-undang Nomor 1 tentang Perkawinan dan KHI (Kompilasi Hukum Islam) diundangkan pada tahun 1974 sebagai tanggapan atas keresahan, ketidakpastian dan tuntutan sosial.13

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

12 Anderson, J.N.D., Islamic law in Moderen World

13 M. Mudzhar, Dampak.., hlm. 173.

 

 

BAB III PENUTUP

 

A.     Kesimpulan

Hukum keluarga menempati posisi sangat penting dalam hukum Islam, berkaitan dengan kontribusinya yang amat signifikan dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat yang tertib dan harmonis. Itulah sebabnya di banyak negara Islam atau yang mayoritas warganya beragama Islam utamanya Indonesia, bidang hukum keluarga senantiasa mendapatkan apresiasi tinggi yang dimanifestasikan dalam bentuk upaya berkelanjutan untuk legislasi hukum Islam menjadi hukum positif ke dalam produk perundang-udangan.

Pembaharuan hukum keluarga Islam di Indonesia, adalah suatu keniscayaan. Hal ini dikarenakan adanya tuntutan perubahan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan, pengaruh globalisasi ekonomi, pengaruh reformasi dalam berbagai bidang hukum, dan juga pengaruh pembaruan pemikiran Islam yang mengharuskan pintu ijtihad senantiasa terbuka untuk menemukan hukum baru terhadap persoalan baru dalam hukum keluarga.

B.      Saran

Upaya menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dipahami perlu adanya sebuah kekuasaan dengan tujuan pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar dapat terlaksana dengan baik. Konsekuensi dari pandangan ini adalah kehadiran negara sebagai simbol kekuasaan dirasa butuh sebagai landasan formal mereka dalam menegakkan perintah agama. Sedangkan pihak lain, umat Islam memahami pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar bukan dengan kekuasaan negara yang identik formalistik, namun lebih kepada semangat nilai-nilai substansi yang terdapat dalam amar ma’ruf nahi munkar. Nilai-nilai tersebut mengajarkan pada ajaran universal (rahmatan lil alamin).

 

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. Daud, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: Rajawali Pers, 1997. Arifin, Bustanul, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia Akar Sejarah, Hambatan dan

Prospeknya, Jakarta: Gema Isani Press, 1996.

 

Ahmad, Amrullah SF dkk, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional Jakarta: GemaInsani Press, 1996.

 

Anderson, J.N.D., Islamic law in Moderen World, alih bahasa oleh Machnun Husain, dengan judul:

 

Badra, Abūal-‘Ain, Ahkām al-Waṣāyāwa al-Hibah, Iskandariyah: Mu’assasah Shabbab al- Jāmiah, t.t.

 

Bisri, Cik Hasan, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Logos, 1999.

 

Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid II, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.

 

Manan, Abdul, Reformasi Hukum Islam, Cet. I; Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2006.

 

Muhyiddin, dan Abdul Hamid, Muhammad, Ahkām al-Mawārith fi Sharā’at al-Islāmīyah ala Maẓāhib al-Arba’ah, t.tp: Dar al-Kitab al-Arabi, t.t.

 

Nasution, Khoiruddin, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia dan Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, Yogyakarta: Academia & Tazzafa, 2009.

 

Artikel ini telah dibaca 1 kali

yayan nuryana badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Ujicoba Tulisan 3

21 Mei 2025 - 12:40 WIB

Ujicoba Tulisan 2

21 Mei 2025 - 12:37 WIB

Ujicoba Tulisan

21 Mei 2025 - 08:30 WIB

Menikah Adalah Menuju Surga

9 Mei 2025 - 19:13 WIB

Rahasia Kedamaian Rumah Tangga dalam Islam

9 Mei 2025 - 12:57 WIB

Membangun Pesantren Ungul Melalui Pendekatan Manajemen

1 Mei 2025 - 10:35 WIB

Trending di Jurnal