Menyambut Hari Lahir Ke-1 IPARI
Rawat Bumi, Tebar Moderasi
MODERASI BERAGAMA
(Studi Kasus di Desa Cigelam Purwakarta tentang Pendirian Gereja)
DISUSUN OLEH:
Yayan Nuryana SA.g,M.H
KEMENTERIAN AGAMA PURWAKARTA 2024
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam, yang telah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya, sholawat serta salam tak lupa pula kami haturkan kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya islam dan menerangi dunia dengan cahaya islam.
Berkat rahmat dan Inayah-Nya kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah berupa makalah ini dengan tepat waktu. Adapun Makalah ini berjudul “Moderasi Beragama (Studi Kasus di Desa Cigelam Purwakarta tentang Pendirian Gereja)”. Makalah ini berisi tentang hasil penelitian penulis berkaitan dengan moderasi beragama di Purwakarta.
Kami selaku penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi masyarakat umum, para pembaca dan juga bagi penulis sendiri. Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan kita semua berada dalam keridhoan-Nya dalam menempuh hidup ini. Aamiin
Wassalamu’alaikum wr.wb
Purwakarta,29 Mei 2024
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………….. iii
BAB I……………………………………………………………………………………………………….. 2
PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………. 2
- Latar Belakang…………………………………………………………………………………… 2
- Rumusan Masalah……………………………………………………………………………….. 3
- Tujuan Masalah………………………………………………………………………………….. 3
BAB II………………………………………………………………………………………………………. 4
PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………………. 4
- Pengertian Moderasi beragama……………………………………………………………. 4
- Landasan hukum Moderasi beragama di Indonesia………………………………… 5
- Prinsip Moderasi beragama………………………………………………………………….. 6
- Peran Kementerian Agama dalam moderasi beragama…………………………. 11
- Solusi dan Tahapan dalam penyelesaian kasus intoleransi terhadap pendirian gereja di Desa Cigelam Purwakarta………………………………………………………………………………… 12
BAB III…………………………………………………………………………………………………… 16
PENUTUP……………………………………………………………………………………………….. 16
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………… 17
Lampiran 1………………………………………………………………………………………………. 18
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk muslim terbesar di dunia dan menjadi target utama dalam hal moderasi Islam. Moderasi adalah prinsip dasar Islam. Islam moderat merupakan pemahaman keagamaan yang sangat relevan dalam konteks keberagaman dalam segala aspek, baik agama, adat, suku, maupun bangsa itu sendiri. Dari berbagai jenis keragaman yang dimiliki negara Indonesia, keragaman agama adalah yang paling kuat dalam membentuk radikalisme di Indonesia. Munculnya kelompok ekstrim yang semakin melebarkan sayapnya disebabkan oleh berbagai faktor seperti kepekaan kehidupan beragama, masuknya kelompok ekstrim dari luar negeri bahkan masalah politik dan pemerintahan. Maka, di tengah hiruk pikuk masalah radikalisme ini, muncul istilah yang disebut “Moderasi Beragama”.
Pengertian moderasi beragama harus dipahami secara kontekstual bukan secara tekstual artinya moderasi dalam agama di Indonesia bukanlah Indonesia yang moderat, tetapi pemahaman dalam agama harus moderat karena Indonesia memiliki banyak kultur, budaya. dan adat istiadat. Moderasi islam ini dapat menjawab berbagai persoalan agama dan peradaban global. Tidak kalah pentingnya adalah Muslim moderat dapat merespon dengan lantang, disertai dengan aksi damai dengan kelompok berbasis radikal dan ekstremis yang melakukan segala sesuatu dengan paksaan dan kekerasan.
Moderasi beragama belakangan menjadi isu yang digaungkan oleh banyak pihak. Di tengah kepluralan masyarakat Indonesia yang terdiri atas ribuan suku beserta budayanya masing-masing, juga agama yang tidak hanya ada satu menjadikan moderasi beragama selalu penting untuk menghindari perselisihan yang akan terjadi. Perselisihan tersebut dapat terjadi sesama umat yang berada satu agama yang sama ataupun berbeda
agama. Tujuan dari moderasi beragama ini ialah sebagai penengah masalah yang bersifat dasar atau pokok. Keberagaman tersebut adalah sebuah keindahan dan anugerah yang Tuhan berikan kepada bangsa Indonesia. (Faozan, 2020).
Moderasi beragama menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa, menjadi kepentingan tiap individu dalam lingkaran kelompok maupun umat dan demi terjaganya keamanan dan ketentraman negara dan masyarakat (Habibie et al., 2021). Banyaknya aksi terorisme dan kekerasan di Indonesia menunjukkan tingkat pemahaman dan penghayatan nilai moderasi beragama masih digolongkan rendah. Untuk itu ditulisnya makalah ini ialah untuk memberikan sebuah pemahaman dan pengetahuan tentang moderasi beragama khususnya di daerah Purwakarta. Penelitian literatur ini penting untuk disebarluaskan kepada masyarakat dengan tujuan mendukung program pemerintah dalam mensyiarkan moderasi beragama.
B. Rumusan Masalah
- Apa yang di maksud dengan Moderasi beragama?
- Apa landasan hukum Moderasi beragama di Indonesia?
- Bagaimana Prinsip dalam Moderasi beragama?
- Bagaimana peran Kementerian agama dalam moderasi beragama ?
- Bagaimana Solusi dan tahapan penyelesaian kasus intoleransi di Purwakarta terhadap Pendirian gereja di Desa Cigelam?
C. Tujuan Masalah
- Untuk mengetahui yang di maksud dengan Moderasi beragama
- Untuk mengetahui landasan hukum Moderasi beragama di Indonesia
- Untuk dapat menjelaskan Prinsip dalam Moderasi beragama
- Untuk mengetahui peran Kementerian agama dalam moderasi beragama
- Untuk dapat memberikan solusi dan tahapan dalam penyelesaian kasus intoleransi terhadap Pendirian gereja di Desa Cigelam
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Moderasi beragama
Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin Moderatio, yang memiliki arti “sedang” (tidak berlebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua pengertian kata moderasi, yakni: 1. pengurangan kekerasan, dan 2. penghindaran keekstreman. Jika dikatakan, “orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap wajar, biasa-¬biasa saja, dan tidak ekstrem.
Adapun Dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam pengertian average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non- aligned (tidak berpihak). Secara umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara.
Moderasi dalam bahasa arab dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-
¬tengah), i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Apa pun kata yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna yang sama, yakni adil, yang dalam konteks ini berarti memilih posisi jalan tengah di antara berbagai pilihan ekstrem.
Azymardi Azra dalam (Lessy et al., 2022) menyebutkan moderasi adalah nilai-nilai baik yang membentuk keharmonisasian sosial-politik juga keseimbangan antara kehidupan pribadi, keluarga, sosial dan masyarakat. Maka dari itu, bersikap moderat bukan lagi menjadi pilihan, melainkan
sebuah kewajiban. Moderasi beragama diperlukan sebagai strategi untuk merawat kebhinekaan.
Moderasi beragama ditinjau dari perspektif pemerintah adalah mencakup pada proses memaknai dan menjalankan agama dengan adil serta seimbang. (Syarif, 2021) Untuk masyarakat Indonesia, keragaman merupakan takdir yang diberikan Yang Maha Menciptakan. Bangsa Indonesia tidak meminta keragaman tersebut, bukan pula diberikan untuk ditawar. Melainkan untuk disyukuri dan diterima. Agama mayoritas yang diyakini dan dipeluk masyarakat Indonesia berjumlah enam: yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu, tetapi masyarakat Indonesia memiliki ratusan agama leluhur, kepercayaan kepercayaan lokal yang pengikutnya diperkirakan mencapai ratusan hingga ribuan orang..
Jadi Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremise, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.
B. Landasan hukum Moderasi beragama di Indonesia
Dasar hukum Moderasi agama yaitu terdapat dalam UUD 1945 pasal 29 ayat (2) menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Adapun dalam pasal lain yaitu UUD 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasa 22 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Perpres 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama pasal 2 menyatakan bahwa Kementerian Agama mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.Perpres 18 Tahun 2020 tentang
RPJMN 2020-2024 menyatakan bahwa Program Prioritas memperkuat moderasi beragama, yang bertujuan untuk mengukuhkan toleransi, kerukunan dan harmoni sosial, menjadi tanggung jawab Kementerian Agama dan PMA 18 2020 tentang Renstra Kementerian Agama 2020-2024 menyatakan bahwa Kementerian Agama yang profesional dan andal dalam membangun masyarakat yang saleh, moderat, cerdas dan unggul untuk mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berdasarkan gotong royong.
C. Prinsip Moderasi beragama
Prinsipnya dalam moderasi beragama ada dua yaitu adil dan berimbang. Bersikap adil berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya seraya melaksanakannya secara baik dan secepat mungkin. Sedangkan sikap berimbang berarti selalu berada di tengah di antara dua kutub. Dalam hal ibadah, misalnya, seorang moderat yakin bahwa beragama adalah melakukan pengabdian kepada Tuhan dalam bentuk menjalankan ajaran-Nya .Allah Subhanahu wa a’ala menjadikan umat Islam sebagai “ummatan wasathan”. Islam Wasathiyah, adalah ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam semesta. Islam Wasathiyah adalah “Islam Tengah” untuk terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Allah SWT menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya. Pemahaman dan praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki karakteristik, sebagai berikut:
1. Tawassuth (moderat)
Tawassuth adalah sikap netral yang berdasar pada prinsip hidup menjunjung tinggi nilai keadilan di tengah kehidupan bersama, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Sikap ini dikenal juga dengan sebutan moderat (al-wasathiyyah). Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa tawassuth/moderat berasal dari kata wasath yang berarti adil, baik, tengah- tengah, dan seimbang. Artinya, seorang Muslim yang bersikap tawassuth
akan menempatkan dirinya di tengah-tengah dalam suatu perkara, tidak ekstrim kanan ataupun kiri. Mengutip buku Moderasi Islam Nusantara oleh
- Mohamad Hasan, M.Ag., terdapat lima alasan mengapa sikap tawassuth dianjurkan ada pada diri seorang Muslim, yaitu:
- Sikap tawassuth dianggap sebagai jalan tengah dalam memecahkan masalah, maka seorang Muslim senantiasa memandang tawassuth sebagai sikap yang paling adil dalam memahami agama.
- Hakikat ajaran Islam adalah kasih sayang, maka seorang Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa mendahulukan perdamaian dan menghindari
- Pemeluk agama lain juga mahluk ciptaan Allah yang harus dihargai dan dihormati, maka seorang Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa memandang dan memperlakukan mereka secara adil dan setara
- Ajaran Islam mendorong agar demokrasi dijadikan alternatif dalam mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan, maka Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan dan
- Islam melarang tindakan diskriminasi terhadap individu atau kelompok. Maka sudah sepatutnya seorang Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa menjunjung tinggi kesetaraan.
Dari kelima alasan tersebut, seorang Muslim seharusnya sudah memahami arti pentingnya sikap tawassuth dalam kehidupannya. Tawassuth cocok diterapkan dalam kehidupan sosial antar sesama manusia. Terlebih di masa sekarang yang penuh dengan problematika intoleransi dan diskriminasi antarumat beragama. Adapun contoh sikap tawassuth dalam kehidupan sehari-hari adalah:
- Tidak membeda-bedakan golongan dalam berinteraksi dan
- Menjalin silaturahmi antar sesama agar tidak timbul
- Menerima pendapat orang lain yang tidak
- Menerima saran, masukan, dan kritik membangun dari orang
- Menggunakan bahasa yang santun dan menyejukkan saat
- Bersikap toleransi terhadap segala perbedaan yang
2. Tawazun (berkeseimbangan)
Tawazun adalah suatu sikap yang mampu menyeimbangkan diri seseorang pada saat memilih sesuatu sesuai kebutuhan, tanpa condong atau berat sebelah terhadap suatu hal tersebut. Dalam konteks moderasi beragama, sikap ini sangat penting dalam kehidupan antar umat beragama, jadi kita bisa seimbang dalam kehidupan dunia, tapi kita juga bisa seimbang dalam kehidupan akhirat nya. Sikap tawazun sangat diperlukan oleh manusia agar dia tidak melakukan sesuatu hal yang berlebihan dan mengesampingkan hal-hal yang lain, yang memiliki hak harus ditunaikan. Tawazun merupakan Kemampuan seorang individu untuk menyeimbangkan kehidupanya dalam berbagai dimensi, sehingga tercipta kondisi yang stabil, sehat, aman dan nyaman.
Dalam kehidupan selalu ada suatu kejadian di mana seseorang hanya mementingkan urusan dunianya saja atau memiliki prinsip hidupnya hanyalah untuk mencari kesenangan duniawi semata. Perilaku yang dilakukannya dalam aktivitas sehari-hari sehingga menjadi kebiasaan dan dianggap sudah menjadi hal yang biasa dalam pergaulannya. Seperti merokok, lupa akan sholat, melakukan maksiat atau memenuhi kebutuhan secara berlebihan, seperti makan dengan berlebih-lebihan, tidur tak kenal waktu atau bermalasan-malasan. Perilaku yang seperti ini merupakan suatu kecendrungan terus-menerus terhadap hal yang negatif. Sedang kecendrungan yang terus-menerus terhadap hal positif umpamanya seperti seseorang yang terus-menerus melakukan ibadah dengan cara mengurung diri, serta tak memperdulikan lingkungan sosial sekitar. Contoh sikap tawazun dari Rasulullah SAW beliau adalah pribadi yang imannya sangat kuat, seorang yang zuhud, dan pandai strategi perang demi membela Islam,
tapi, dalam kehidupan berkeluarga, beliau menjadi pemimpin keluarga yang sangat baik, sayang kepada istri dan anak-anaknya.
3. I’tidal (lurus dan tegas)
Arti kata I’tidal secara harfiah berarti lurus dan teguh, berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya, menjalankan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional. Islam mengutamakan keadilan bagi semua pihak. Banyak ayat Al-Qur’an yang menunjukkan ajaran mulia ini, tanpa mengedepankan keadilan, nilai-nilai agama terasa kering dan tidak berarti, karena keadilan adalah ajaran agama yang secara langsung memengaruhi kebutuhan hidup mayarakat. Tanpa itu, kemakmuran dan kesejahteraan hanya akan menjadi ilusi.1
4. Tasamuh (toleran)
Tasamuh berasal dari bahasa Arab yang artinya toleransi. Menurut bahasa Tasamuh artinya adalah tenggang rasa, sedangkan menurut istilah saling menghormati dan menghargai antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Contoh tindakan tasamuh dalam kehidupan sehari- hari:
- Berlapang dada dalam menerima segala perbedaan.
- Memberikan kebebasan orang lain untuk memilih keyakinan (agama).
- Menghormati orang lain yang sedang
- Tetap bergaul dan bersikap baik dengan orang yang berbeda keyakinan dalam hal duniawi.
- Tidak memaksakan orang lain dalam hal keyakinan (agama).
- Tidak membenci dan menyakiti perasaan seseorang yang berbeda keyakinan atau pendapat dengan kita.
- Tidak mengganggu orang lain yang berbeda keyakinan ketika mereka beribadah
1 Nurul H.Maarif, Islam Mengasihi Bukan Membenci (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2017), 143
5. Musawah (egaliter dan non diskriminasi)
Musawah yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan atau agama, tradisi dan asal usul seseorang. Secara bahasa, musawah berarti kesejajaran atau kesetaraan. Artinya, tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain, sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Dalam urusan kenegaraan, penguasa tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Sebab, rakyat dan penguasa memiliki kedudukan dan hak sama yang harus dihargai keberadaannya. Dalam konteks umum, musawah bisa dikaitkan dengan kerukunan antar masyarakat. Dengan adanya musawah, diskriminasi antar masyarakat tidak akan terjadi. Contoh tindakan musawah dalam kehidupan sehari-hari:
- Menghargai perbedaan Suku, Agama, Ras, dan Golongan yang terdapat disekitar
- Tidak memaksa kehendak orang lain untuk mengikuti ajaran agama
- Senantiasa memaafkan kesalahan orang lain walaupun orang itu belum meminta
- Bersikap ramah kepada
- Tidak mendiskriminasi atau membeda-bedakan teman terutama yang berbeda
6. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas)
Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas) yaitu kemampuan mengidentifikasi hal-ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah. Jika dalam kehidupan sehari-hari kita menemukan benturan dalam beramal contohnya, untuk menentukan prioritas dalam beramal, kita tidak boleh hanya mengandalkan logika, hawa nafsu, analisis fakta ataupun mengandalkan manfaat dan mudharat suatu perkara tersebut.
7. Tahaddhur (berkeadaban)
Tahadhdhur (berkeadaban) yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak bisa hidup sendiri di dunia tanpa adanya orang lain disekitar. Berbuat baik serta tolong menolong menjadi suatu hal yang wajib dilakukan demi terciptanya hidup rukun dan damai antar sesama manusia.
8. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis, kreatif, dan inovatif)
Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) yaitu selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat manusia. Pengertian dari Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) yaitu selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat manusia.
D. Peran Kementerian Agama dalam moderasi beragama
Kementerian Agama memberikan batasan tentang jaminan kebebasan beragama dengan membuat defenisi agama. Dari sudut pandang ini, Indonesia memberi pelajaran berharga dalam soal kebebasan beragama bahwa definisi mengenai apa yang bisa disebut “agama” berbeda-beda dalam berbagai tradisi keimanan dan pandangan etis.
Kementerian Agama berupaya mengajak umat beragama untuk lebih menyadari bahwa umat dalam kehidupan bangsa ini tidak hanya satu, melainkan banyak dan berbeda-beda. Selain itu, pemerintah aktif memfasilitasi adanya peraturan perundang-undangan yang mendorong terciptanya kerukunan umat beragama dan mensosialisasikannya. Beberapa peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan antara lain yaitu: pertama, dalam rangka mengatur tata cara penyiaran agama, Pemerintah menerbitkan SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun
1979 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri Kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia, tertanggal 2 Januari 1979; Kedua, untuk memberikan perlindungan terhadap agama, sejak lama telah dikeluarkan Penetapan Presiden RI No. 1 Tahun 1965 tentang Pen cegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama serta KUHP Pasal 156a yang menetapkan hukuman pidana atas penistaan agama; Ketiga, menjawab banyaknya konflik pendirian rumah ibadah, pemerintah telah menerbitkan PBM No 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Tugas Kepala Daerah dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan FKUB dan Pendirian Rumah Ibadat.
Munculnya berbagai kebijakan keagamaan tersebut, harus diakui, tidak sepenuhnya meningkatkan sikap moderat dalam beragama dan menghindarkan konflik. Namun, jika regulasi keagamaan tersebut dihilangkan, maka konflik-konflik keagamaan akan lebih banyak terjadi. Lahirnya sebuah kebijakan, memang bukanlah variabel tunggal atau obat mujarab yang bisa mencegah terjadinya konflik keagamaan. Tapi dibutuhkan banyak elemen lainnya untuk menopang pengelolaan kemajemukan agama dan menghindarkan gesekan antar kelompok masyarakat Indonesia yang beragam secara kultural dan agama.
E. Solusi dan Tahapan dalam penyelesaian kasus intoleransi terhadap pendirian gereja di Desa Cigelam Purwakarta
- Kasus pendirian gereja di Desa Cigelam Purwakarta
Pendirian rumah ibadat sesuai peraturan bersama menteri agama dan menteri dalam negeri nomor 8 dan nomor 9 tahun 2006 dan harus di penuhi persyaratan administrasi dan teknis. Adapun kementrian agama berperan dalam merekomendasi izin pendirian rumah ibadah. Perizinan dan pendirian gereja di Purwakarta merupakan bagian dari moderasi beragama namun terdapat kasus permasalahan mengenai perizinan bangunan sehingga
adanya penyegelan dan penutupan Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) oleh Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika. Dengan adanya kasus tersebut, Kementerian Agama Purwakarta berusaha memfasilitasi tempat ibadah umat GKPS Purwakarta.
– Solusi Penyelesaian kasus intoleransi di Purwakarta
Solusi penyelesaian kasus intoleransi di Purwakarta Membuat Satuan tugas (Satgas) Moderasi beragama yaitu sebagai mesin penggerak moderasi beragama di kabupaten purwakarta dan dapat menjaga keharmonisan dan kerukunan serta persatuah umat beragama. Adapun anggaran dari satgas moderasi beragama diawasi langsung oleh pemerintah .
– Tahapan penyelesaian kasus intoleransi terhadap Pendirian gereja di Desa Cigelam Purwakarta
Ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam penyelesaian konflik rumah ibadah, diantaranya:
- Mengintensifkan Dialog, salah satu cara mengungkapkan kerukunan dan sekaligus meneguhkannya adalah menggiatkan dialog, karena dengan mengintensifkan dialog juga merupakan penyelesaian yang tepat dalam membangun perdamaian antar-umat beragama, karena menurut Agil Husin Al-Munawar bahwa kerukunan umat beragama
di Indonesia merupakan salah satu hasil dari dialog. Mengintensifkan dialog salah satu cara menemukan titik permasalahan dan memberi jalan tengah atau solusi atas pihak yang terlibat konflik. Dengan mengintensifkan dialog antar-umat beragama mampu menciptakan kedamaian. Dengan dialog ini, semua masalah agama dan sosial dapat diselesaikan dan disetujui antar pemeluk agama masing-masing. Wacana dialog ini merupakan suatu resolusi yang tepat, dan terus ditumbuhkembangkan pada saat ini, baik mengenai doktrin agama-agama, maupun kerja sama antar sesama agama.
- Melalui pendekatan Struktural, pendekatan struktural merupakan salah satu strategi membangun perdamaian.Pendekatan struktural masyarakat ini didukung oleh Melalui pendekatan struktural penganut antar-umat beragama dapat dipertemukan dalam bentuk kerukunan umat beragama melalui berbagai institusi-institusi keagamaan yang ada di Indonesia. Peran Kementerian Agama yang sesuai dengan moderasi agamanya .
- Melalui Peran tokoh agama dan tokoh masyarakatat di Desa Cigelam dapat memberikan solusi terbaik mengenai permasalahan tersebut karena tokoh agama dan tokoh masyarakat memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, terutama dalam komunitas Mereka dihormati sebagai pemimpin dan patron bagi komunitas agamanya.Tokoh agama dan tokoh masyarakat juga dapat berfungsi sebagai penyelesai konflik jika terjadi ketegangan atau konflik, baik di internal umat beragama, maupun antar umat beragama, yang diakibatkan oleh perwujudan hak kebebasan beragama.
- Melalui Pemerintah Daerah Purwakarta yang seharusnya membantu memfasilitasi penerbitan izin rumah ibadah dan menyediakan tempat ibadah sebelum melakukan ketertiban umum terkait perizinan dan Pemerintah daerah Purwakarta juga mesti
menfasilitasi peranan tokoh agama tersebut terutama dalam forum- forum yang dapat menjadi instrumen untuk mengembangkan pemahaman mengenai esensi kebebasan beragama atau berkeyakinan.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.
Moderasi beragama mengajarkan bagaimana cara pandang kita dalam kehidupan beragama yang baik dan benar, tidak ekstrem apalagi radikal. Moderasi beragama pun memberitahu kita sebagai seorang muslim untuk bertoleransi antar sesama umat beragama, tidak diskriminasi antar ras, suku, agama, juga mengajarkan bagaimana cara kita berpikir dinamis dan inovatif. Dalam menghadapi kemajemukan dan keberagaman masyarakat, senjata yang paling ampuh untuk mengatur agar tidak terjadi bentrokan dan radikalisme, adalah melalui pendidikan Islam yang moderat dan inklusif.
Moderasi beragama merupakan konsep yang memiliki nilai luhur dan sangat penting diterapkan di tengah kemajemukan bangsa Indonesia. Perbedaan yang ada di Indonesia sejatinya adalah sebuah karunia dan anugerah yang perlu dijaga dengan rukun satu sama lain.
B. Saran
Pemerintah seharusnya membantu memfasilitasi penerbitan izin
rumah ibadah dan menyediakan tempat ibadah sebelum melakukan ketertiban umum terkait perizinan dan juga Pemda disarankan membentuk satgas moderasi beragama.
DAFTAR PUSTAKA
(Yulianto, 2020)Yulianto, R. (2020). Implementasi Budaya Madrasah dalam Membangun Sikap Moderasi Beragama. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 1(1), 111–123.
Rahayu, luh riniti, & Lesmana, putu surya wedra. (2019). Moderasi Beragama di Indonesia. Intizar, 25(2), 95–100.
(Karim, 2019)Karim, H. A. (2019). Implementasi Moderasi Pendidikan Islam Rahmatallil ’Alamin dengan Nilai-Nilai Islam. Ri’ayah: Jurnal Sosial Dan Keagamaan, 4(01), 1. https://doi.org/10.32332/riayah.v4i01.1486
(Akhmadi, 2019)Akhmadi, A. (2019). Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia Religious Moderation in Indonesia ’ S Diversity. Jurnal Diklat Keagamaan, 13(2), 45–55.
Albana, H. (2022). Kontestasi Narasi Moderasi Beragama di Instagram.Al-Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian ,17 (1), 14. https://doi.org/10.31332/ai.v0i0.3791
Digdoyo, E. (2018).KAJIAN ISU TOLERANSI BERAGAMA, BUDAYA, DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MEDIA .
Hasan, M. (2021).Prinsip Moderasi Beragama Dalam Kehidupan Berbangsa (Vol.
7).
Misrawi, Z. (2010).Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keutamaan, dan kebangsaan .
Riyantoro Widodo, K. (2019).Moderasi Agama dan Pemahaman Radikalisme di Indonesia .